Pergantian tahun baru masehi yang dimulai
dari tanggal satu bulan Januari, adalah momentum yang tidak akan dilewatkan
begitu saja bagi mayoritas umat di bumi ini. Saat-saat yang sarat dengan kegembiraan,
keceriaan, hingar bingar dan hura-hura. Bahkan tak jarang dalam perayaan itu diwarnai
dengan penyimpangan-penyimpangan hukum dan syariat, serta norma-norma
masyarakat. Sehingga berkembanglah budaya serba permisif, hedonis dan cuekis.
Di balik hingar bingar tahun baru tersebut
ada suatu aktifitas yang mulai membudaya dan mentradisi di mayoritas bangsa Indonesia.
Yaitu meramal kejadian nasib bangsa ini serta penghuninya selama setahun
mendatang.
Lihatlah media kita, baik cetak maupun
elektronik, mereka berlomba-lomba menampilkan pihak-pihak yang berkompeten
dalam dunia ramal-meramal. Menghadirkan peramal-peramal lokal, atau yang
berkelas nasional, bahkan mereka tak ragu-ragu untuk mendatangkan peramal yang berkaliber
dunia. Obyek ramalannya pun variatif, dari rakyat jelata sampai pejabat negara,
dari pebisnis sampai selebritis. Bidang ramalannya juga beragam, mencakup politik,
ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan kebahagiaan seseorang serta kesialannya.
Masyarakat kita memang masih longgar dalam
mensikapi masalah ini. Bahkan tak jarang mereka masih memposisikan para peramal
sebagai sosok manusia yang layak diacungi jempol, karena memiliki kelebihan dan
keistimewaan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Sehingga tak heran kalau
ada paranormal atau peramal yang punya posisi khusus di hati mereka. Yang
sangat disanjung, dihormati dan menjadi referensi serta solutor dalam berbagai
permasalahan dan problematika kehidupan.
Di samping itu pengambil kebijakan negeri
lslam terbesar ini hanya diam saia. Sebagai pemegang kendali bangsa, mereka
memilih diam dan tidak bersikap proaktif terhadap keberadaan peramal dan
ramalannya yang terus tumbuh menjamur di atas bangkai-bangkai akidah ummat yang
sudah membusuk. Naifnya, justru banyak pejabat yang menggunakan jasa mereka
untuk memprediksi alur perjalanan karir politik mereka di parlemen, dan memohon
jampi-jampi yang bisa melanggengkan tahta mereka dan mengatrol posisi yang didudukinya.
Yang lebih parah lagi adalah adanya pejabat yang
merangkap profesi sebagi paranormal atau peramal. Lihatlah komentar mereka yang
sangat populer, sebagai bukti ketidak pedulian mereka terhadap kebersihan akidah,
mereka melegalisir keabsahan perbuatan mereka dengan mengatakan: “Toh itu hanya
ramalan kalau percaya silakan kalau nggak percaya up to you.” Kalau
sudah begini, bagaimana kita bisa berharap kebaikan untuk negeri yang dipimpin
oleh dukun dan pejabat yang menggantungkan nasibnya kepada para dukun.
Masalah ramal-meramal dalam prespektif lslam
tidak sesepele seperti yang dipahami oleh masyarakat awam. Tidak sekedar
percaya atau tidak percaya. Karena ini berhubungan dengan sesuatu yang paling esensi
dan prinsipil dalam kehidupan seorang muslim, yaitu aqidah lslamiyah.
Peramal Dari Masa Jahiliyah
Hingga Kini
Sebelum kita menyingkap bahaya peramal dan
kebohongan mereka, kita harus paham terlebih dahulu definisi peramal itu
sendiri. lbnu Atsir berkata, “Peramal adalah orang yang mengaku mengetahui hal yang
ghoib yang sebetulnya pengetahuan tersebut hanya dimiliki Allah SWT. Sedangkan
Ar-Raghib Al-Ashfahani mengatakan, “Peramal itu seperti dukun, hanya saja peramal
biasanya spesialis dalamhal-hal yang akan terjadi, sedangkan dukun biasanya memberitahu
sesuatu yang sudah terjadi.” Jadi, siapa saja yang mengaku bisa mengetahui hal ghoib
yang telah dan akan terjadi maka dia adalah peramal. Baik dia beratribut
layaknya dukun konvensional ataupun bersorban dan kopiah putih. Baik mereka
masih rela disebut dukun atau pun sudah memodifikasi nama sehingga tampil lebih
elegan dan elit.
Keberadaan peramal bukan hanya marak di era
sekarang. Mereka sudah ada sejak zaman jahiliyah. Mereka justru Iebih menjamur
dan berjibun di masa itu. Karena panjangnya rentang waktu antara Nabi
lsa AS. dengan Nabi Muhammad SAW. Sebutlah nama-nama Aus bin Rabiah, Sawad bin
Qorib Ad-Dausi, Ibnu Shoyyad, Urwah bin Zaid Al-Azdi, Syaq dan Suthoih
(Al-Alfashl fi Tarikhil Arab Qoblal lslam 6/766)
Sementara, setelah diutusnya Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul, keberadaan mereka semakin sedikit dan berkurang. Salah
satu penyebab berkurangnya mereka adalah berkurangnya bocoran langit yang
dicuri oleh jin (perewangan peramal dan dukun). Karena Allah menjaga langit
dengan bintang-bintang setelah diutusnya Nabi Muhamma SAW. Bintang-bintang itu digunakan
untuk melempari syetan ketika mereka berusaha mencuri berita-berita langit. (Fathul
Bari 10/221).
Penyebab lainnya adalah banyaknya dukun dan
peramal yang bertaubat setelah mengetahui berita diutusnya Rasulullah. Diantaranya
adalah Khothor bin Malik, peramal tersohor dari Bani Lahab yang sudah ratusan
tahun berprofesi sebagai peramal. Dia memiliki usia sampai 280 tahun. Amr bin Al-Hamq,
peramal yang masuk lslam dihadapan Rasulullah yang akhirnya senantiasa ikut
berperang bersama beliau. Khonafiz bin At-Tauam, seorang peramal yang kaya raya
berbodi atletis, akhirnya masuk lslam di hadapan Muadz bin Jabal di Yaman
(Al-Mufasshol 6/768). Yang menarik lagi adalah taubatnya peramal yang bernama Sawad
bin Qorib Ad-Dausi, karena ia diberitahu oleh jinnya bahwa telah diutus
Muhammad sebagai nabi dan rasul lalu ia datang ke Madinah menemui Rasul dan
para shahabatnya. Setelah berjumpa Nabi dia masuk lslam. Rasulullah dan para
shahabatnya sangat gembira. Lalu Umar mendekatinya dan bertanya, “Apakah jin perewanganmu
datang hari ini?” ia menjawab, “Sejak saya membaca Al-Quran dia tidak datang
lagi. Sebaik-baik pengganti (ramalannya) adalah Al-Quran. Allahu Akbar
Walillahil Hamdu.” (A’lamun Nubuwwah: 127).
Comments
Post a Comment
Postingan antum akan tampil setelah diseleksi dan layak tampil. Jazakumullah Khairan Katsiran