“Jerman gitu lho … hari gene masih percaya gituan …?” begitulah cuap-cuap seorang pembawa acara radio suatu malam. Awalnya tema yang interaktif melalui sms itu membahas tentang mitos angka 13.
Dan salah satu pembawa acara itu mengatakan bahwa penerbangan
terkenal milik Negara Jerman tidak ada seat yang bernomor 13.
Tentu dengan
keyakinan bahwa nomer tersebut adalah nomor sial. Bisa jadi pesawat itu jatuh,
nabrak gunung, meledak. Dan masih menurut penyiar itu, bahwa ternyata bukan
hanya di Negara teknologi canggih itu saja yang mempercayai masalah mitos ini.
Penerbangan di Brazil juga demikian.
Saat penulis sedang menulis rubrik ini,
seorang wanita menelpon dari Jepang. Wanita itu ingin berkonsultasi mengenai
suaminya sudah empat tahun tidak memberikan nafkah lahir batin dari usia lima
tahun pernikahan mereka.
Mereka suami istri tetapi seperti bukan suami istri.
Setelah penulis Tanya detail tentang sumber dari masalah itu, jawabannya
bermuara pada satu masalah saja. Yaitu bahwa di Jepang ada semacam mitos yang
mengatakan bahwa golongan darah A tidak akan pernah bisa bersatu dengan orang
yang mempunyai golongan darah B.
Dan suami itu baru tahu kalau istrinya
bergolongan darah B sementara dia golongan darah A. Sementara tema ini berkali-kali
dibahas di televisi di Jepang. Sebagaimana yang dikisahkan oleh ibu tersebut.
Jepang dan Jerman adalah Negara maju
dalam bidang teknologi. Jepang adalah raksasa Asia dan Jerman adalah salah satu
raksasa Eropa. Keduanya merupakan Negara kiblat teknologi dan ilmu pengetahuan
modern. Ini artinya bahwa logika adalah merupakan sesuatu yang sangat mereka
kedepankan.
Tetapi, begitu tema pembahasan
berpindah kepada masalah keyakinan atau mitos ternyata keyakinan mereka tidak
menunjukkan sama sekali bahwa mereka adalah bangsa dengan logika tinggi dan
canggih.
Nah, bangsa yang kita cintai ini sering
kali ingin modernis tetapi nanggung. Tidak modern yang benar-benar hebat dalam
logika. Tetapi arogan pada sikap yang berlawanan dengan logika mereka.
Maka
ungkapan, “Hari gini masih bahas jin, orang sudah sampai ke Mars kita masih aja
bahas jin,” adalah merupakan ungkapan yang salah besar dalam konteks keimanan.
Karena jin adalah salah satu pembahasan keghoiban yang dibahas dalam al-Qur’an
dan Hadits. Dan sangat banyak muslim yang terjerumus pada kesyirikan hanya
karena salah dalam memahami dunia jin. Persis seperti mitos yang pembahasannya
juga masuk dalam pembahasan tauhid.
Mereka yang menolak itu, terkadang
terjerembab dalam lubang yang jauh tidak logis. Seperti seorang pengacara sangat ternama di dunia entertainmen yang telah membuang ratusan juta rupiah
hanya untuk membeli jimat guna memenangkan masalah yang sedang dia tangani.
Atau seorang pejabat sekaligus pengusaha yang membeli keris bermata perak dan berlian
dengan harga 1 miliar.
Tema mitos atau kepercayaan ini, yang
bermain adalah perasaan atas kendali iman. Bukan logika. Dan logika atau strata
pendidikan tinggi sering tidak terpakai jika luapan emosi atau perasaan
kepercayaan sudah bicara. Karena ilmu biasanya hanya menumpuk dalam file otak.
Itulah makanya, Islam pada diri
seseorang tidak boleh hanya menjadi Islamologi. Tetapi harus merasuk
mempengaruhi sampai emosi dan perasaan kita. Karena jika tidak, akan muncul
ilmuwan muslim dan pakar agama Islam yang masih senang klenik hanya karena menuruti emosinya yang tidak
tersentuh ilmu yang bersemayam di otaknya. Saat inilah orang dipermalukan oleh
ilmunya sendiri. Dan otaknya menertawakan dirinya dalam suara yang sangat
lirih.
Ust. H. Budi Ashari Lc
RRIAds - Shamp Bidara+kEMIRI (Order via Tokopedia / KLIK GAMBAR)
FB: Rumah Ruqyah Indonesia - Twitter @RumahRuqyahID
0 comments:
Post a Comment
Postingan antum akan tampil setelah diseleksi dan layak tampil. Jazakumullah Khairan Katsiran